What...!!! https://www.instagram.com/p/B3fiRIAh41srXKz6TDPXrdFEksFOIO-ZMXgTGc0/?igshid=kqvfckcv1opw
My son's https://www.instagram.com/p/By4HVcshEtNKlgLyYT2xg-a-MC0hDqQWHZphkw0/?igshid=y0wjynazfoel
(via https://www.youtube.com/watch?v=lrTybKwrx54)
Hari ini saya mengendarai motor menuju kos teman. Kurang dari 15 menit perjalanan, saya melihat tiga kejadian tabrakan antar motor dan motor, motor dan mobil, dan satunya hanya motor dan pembatas jalan. Tapi tenang saja, semuanya hanya kecelakaan kecil, tidak ada kerusakan antara pengendara dan kendaraannya. Jadi karena berhubungan dengan kecelakaan kendaraan, sepertinya saya sedikit gatal ingin menceritakan dua kejadian dari pengalaman saya.
Saat saya pulang kampung tahun lalu, saya mengalami kecelakaan mobil. Sampai-sampai mobil yang saya kendarai kata orang-orang yang menyaksikaannya; terbolak balik dua kali. Syukur Alhamdulillah saya selamat. Setelah beberapa lama sejak kejadian itu, saya mengingatnya lagi, dan saya biasa-biasa saja. Tidak menyisakan rasa trauma yang berarti.
Nah ada satu cerita lagi, yang justru bukan saya yang mengalami kecelakaan tersebut, tapi anehnya, kejadian ini malah membuat saya selalu deg-degan setiap kali saya mengingatnya bahkan sampai di detik saya menuliskan ini. Jadi tolong dimaklumi kalau cara penulisan saya kali ini banyak yang kacau. Karena saya akan menuliskannya sekali jalan, tidak akan melakukan editing untuk membaca lagi dan experience ulang untuk kalimat-kalimat yang menceritakan kejadian ini.
Kejadiannya dua tahun lalu saat saya semester empat dan sedang di masa-masa ujian akhir semester. Sore itu saya mengendarai motor menuju kos teman untuk belajat bersama. Lalu di jalan, saya beriringan dengan pengendara motor di sebelah kiri saya. Mereka berdua. Laki-laki yang menyupir menggunakan sarung tangan dan masker hitam, sementara perempuan yang diboncengnya sedang ketiduran dan menggunakan tas yang lumayan besar; yah, sepertinya mereka dalam perjalanan jauh. Niatnya, saya ingin melewati pengendara itu, makanya saya ambil kanan dan mempercepat laju motor. Eh tapi mereka juga melaju dengan cepat. Itulah kenapa saya jalan beriringan di sampingnya.
Tiba-tiba pengendara tersebut membelokkan stir motornya ke arah kiri. Sementara di sebelah kiri hanya ada trotoar, tiang listrik, patok beton, dan kolam limbah pembuangan pabrik yang cukup besar. Kebetulan kawasan tersebut adalah daeraj industri. Saya terbelalak dan langsung menengok ke arah motor itu. Ternyata bukan cuma si cewek yang tertidur, laki-laki yany menyupir motor itu juga sepertinya tidak dalam keadaan sadar sedang mengendarai motor dengan kecepatan tinggi.
Seketika motor tersebut langsung menghantam pinggiran trotoar. Si laki-laki terpental dan badannya menabrak tiang lisrik. Kau tak akan percaya, tulang punggung laki-laki itu patah, sampai-sampai kepala dan pahanya bertemu melingkari tiang listrik. Sementara perempuan terpental lebih jauh lagi; kakinya sempat mengikis patok beton sebelum akhirnya tercebur di kolam pembuangan limbah.
Dengan kekagetan luar biasa, saya langsung menepi dan menghentikan motor. Dengan sigap saya langsung melihat si korban cowok. Dia pingsan. Saya ketakutan tak tau harus bagaimana. Lalu saya mencari keberadaan sang cewek yang terjun ke kolam hitam yang sangat keruh itu, sebelum saya kehilangan titik tempat tenggelamnya. Tas dan helmnya terpisah jauh, dan si Korban Cewek terus-terusan melambaikan tangan layaknya orang tenggelam pada umumnya. Baru kali pertama itu saya menyesal kenapa selama hidup saya tidak pernah bisa berenang.
Saya menengok kiri kanan belakang. Sialnya, dari beberapa pengendara yang menyaksikan kejadian itu, ternyata hanya saya yang berhenti. Ada apa dengan orang-orang ini?
Karena tak ada yang bisa saya lakukan. Saya langsung berlari ke tengah jalan. Mencoba menghentikan siapa pun yang lewat dengan melambai-lambaikan tangan. Dan yang terjadi? Para pengendara yang saya yakin mereka menyaksikan kejadian tersebut dari jauh, malah hanya melewati saya. Pengendara angkot, mobil, pemotor lainnya. Tak ada satu pun yang berhenti.
Sampai ada satu bapak-bapak pengendara motor yang sepertinya juga sedang perjalanan jauh. Ia berhenti, lalu saya bilang, “Pak? Tolong orang yang tenggelam di sana dulu, Pak. Saya tidak tau berenang.” Sang Bapak dengan paniknya langsung melepas helmnya, jaketnya, sarung tangannya. Saya tidak bohong, setelah itu dia malah bilang, “Aduhh. Saya juga tidak tau berenang, Dek.” Kalau ini tulisan komedi, saya akan menambahkan dengan menimpali kembali Bapaknya, “Yailah, Pak. Kalau gitu ngapain sok-sokan buka pakaian segala kayak udah mau terjun aja.” Setelah itu bapaknya saya dorong biar dia tenggelam sekalian.
Tapi saya langsung kembali ke jalan lagi. Kali ini, anak muda yang punya bodi besar dan tinggi Alhamdulillah mau menghentikan motornya. Ia langsung menuju ke arah si Korban Laki-laki yang di tiang listrik. Tapi saya menariknya sambil menunjuk titik tenggelam korban cewek “Di sana.! Ada cewek yang dari tadi tenggelam. Tolongin itu dulu.” Pikirku, si Korban Cowok biar diurusin sama bapak yang tadi.
Tanpa ada kalimat balasan. Relawan cowok ini langsung buka helm dan sepatu. Kemudian lompat, berenang, dan merangkul sang Cewek hingga ke pinggiran. Karena jarak antara trotoar dan air cukup tinggi, maka si Korban Cewek diberikan ke saya dari bawah. Saya raih tangan kanan cewek tersebut, lalu mengangkatnya naik ke atas.
Setelah menyandarkannya di patok jalan. Saya sangat bersyukur telah mengangkat sang cewek dengan tangan kanannya. Karena setelah saya melihat tangan kirinya, ada lingkaran darah mengikuti jam tangannya. Ternyata pergelangan tangan sang cewek patah. Dan tidak kebayang kalau tadi saya menariknya naik dengan tangan patahnya itu. Bisa bisa putus terpisah pergelangan tangannya.
Sang cewek masih sadarkan diri, walau dengan keadaan ngos-ngosan. Kaki kanannya saya luruskan. Dan kaki kirinya yang masih belum naik, saya angkat dan juga niatnya mau saya luruskan. Tapi setelah mengangkatnya naik, mensejajarkannya dengan kaki kanannya, ternyata paha dari kaki kirinya patah dua kali, dan berbentuk S dengan celana jeans yang menutupinya.
Si Cewek menunduk, melihat tangan dan pahanya bengkok seperti itu, ia langsung menangis dan berkata, “Tanganku kenapa? Kakiku kenapa?” Saya langsung memegang kedua pipinya dan mengangkat kepalanya, “Gak papa, Mbak. Mbak tenang yah. Tenang yah.”
Posisi saya saat ini sedang berhadapan dengan sang Korban. Saya masih berusaha menenangkannya dengan menghadapkan wajahnya padaku. Sumpah kalau saya ingat-ingat lagi, waktu itu betul-betul mirip dengan adegan di film-film.
Lalu sang Cewek tiba-tiba menunjuk ke arah air kolam. Dengan terbata-bata dia hanya bilang, “Tas.. tas.. tas.. perhiasan..” Lagi lagi saya hanya menangkannya sambil menghapuskan air mata sang Korban, “Iya, Mbak. Nanti diambilin yah. Mbaknya tenang dulu. Tenang dulu, yah.”
Setelah itu barulah orang-orang pada rame. Orang-orang mencegat satu angkot, lalu kami pun mengangkat kedua korban untuk diantarkan ke rumah sakit terdekat. Dan semua orang langsung saja bertanya ke saya, “Mbaknya itu kenapa, Mas?” “Ceritanya gimana, Mas?” “Itu teman Masnya?” “Itu mantan masnya?”
Saya tak menggubris satu pun di antara mereka. Saya lemas melihat kejadian itu. Tatapan saya kosong. Saya menaiki motor dengan keadaan basah dan beberapa bercak darah yang melekat. Di perjalanan tanpa bisa tertahan, saya mengeluarkan air mata. Sedih melihat langsung orang-orang yang tidak sempat sampai di tujuan perjalanannya. Saya membayangkan keluarga mereka yang sudah menunggunya di rumah. Saya membayangkan betapa ia sangat mempedulikan beberapa hartanya yang kini tenggelam tanpa jejak. Saya membayangkan ketika mereka tersadar dan melihat tubuhnya yang cacat dan terluka parah.
Kejadian itu sangat melekat dan masih sangat jelas di benak saya. Padahal seperti pertanyaan orang-orang pada saat kejadian itu, “Apakah mereka teman saya?” Tau namanya pun tidak. Pernah lihat sebelumnya pun tidak. Lalu apakah itu jadi alasan kenapa kita tidak harus mengulurkan tangan saat ada orang lain yang butuh bantuan? “Kenapa hal-hal seperti itu harus dipertanyakan?” Pikirku.
Esoknya, saya langsung dihampiri sama seorang teman. Dia bertanya, “Eh katanya kemaren kamu nolongin orang yang kecelakaan?” Saya menatapnya sinis, “Tau dari mana?” “Rame tuh diceritain sama staff-staff kampus.” Katanya dengan senyum tipis.
Kebetulan kejadiannya tepat di seberang jalan depan kampus. Saya tak mengira kenapa hal seperti itu perlu untuk diceritakan. Seakan-akan membantu orang lain adalah kejadian langka di kota ini. Saya tak menjawab pertanyaan selanjutnya tentang bagaimana kejadiannya, orang mana korbannya, lari ke mana motornya. Saya masih memilih diam untuk pertanyaan dari “orang-orang yang sedang kepo saja”.
Saya masih tak habis pikir, kenapa saat kejadian orang-orang tak mau singgah dan membantu. Jawabannya sama sekali tidak membuat saya puas. Beberapa teman menjawab begini, “Karena orang-orang kota lebih memilih hidup nafsi-nafsi. Siapa kamu siapa saya. Mereka tak mau ribet kalau misal nanti dijadikan saksi (sebab melihat langsung kejadian tersebut) saat ada polisi yang datang dan ingin meminta keterangan dari kronologis kejadian.”
Alasan yang tidak cukup masuk akal untuk sekedar bergerak dan melakukan apa yang kita bisa untuk membantu orang yang sedang membutuhkan. Bukankah inilah sebabnya kenapa Tuhan menanamkan nurani dan hati di tubuh kita masing-masing?
Saya tidak seharusnya menceritakan ini. Tapi, semoga ada teman yang bisa memetik sesuatu setelah membacanya.