Berbicara tentang hidangan tradisional favorit di bulan ramadan, aku perlu berpikir keras untuk hal ini. Sepertinya aku tidak punya kesukaan tertentu untuk hidangan sahur atau berbuka, karena hampir semuanya aku lahap dengan senang hati.
Tapi ada satu hidangan yang ingin kusebutkan di sini. Hidangan yang me-recall kenangan tentang ayahku. Ini tentang makanan kesukaan ayahku. Ibuku lebih banyak memasak makanan kesukaan ayah dibanding makanan kesukaan anak-anaknya. Haha, mungkin karena justru ayah yang paling rewel tentang makanan, beliau yang paling banyak yang me-request. Alhasil selera anak-anak ayah yaa sebagian besar mengikuti selera ayah juga.
Dan hidangan khas ramadan itu adalah... sayur kacang ijo, hidangan khas sahur keluarga kami (dulu).
jujur aku paling tidak selera dengan jenis menu itu. Satu-satunya makanan kesukaan ayah yang tak kusuka. Mama rutin membuatnya beberapa kali dalam sepekan, jadi gak setiap hari juga sih. Mau bagaimana lagi, ayah pasti nanyain kalau gak dimasakin wkwkwk.
Menurut ayah, sayur kacang ijo itu yang membuatnya kuat menahan lapar seharian. Mungkin udah ajaran turun-temurun dari ibunya ayah.
Namun, setelah ayah wafat, tidak ada lagi yang me-request menu sayur kacang ijo untuk menu sahur :((, sayang sekali anak-anaknya ayah malah kurang suka. Untuk kesekian tahun, menu sayur kacang ijo menghilang dari meja makan kami.
Ayah, Allahummaghfirlahu
Ada banyak emosi yang terus menerus diarahkan kepada Rasulullah. Makian, kemarahan, perendahan harga diri, pembunuhan orang tersayang, tuduhan tidak benar, pemboikotan satu kaum, penganiayaan verbal dan fisik, serta perilaku biadab lainnya, nggak mungkin hal-hal kaya gitu nggak meninggalkan bekas trauma.
Aku, kalau jadi Rasulullah, kayanya nggak tahan untuk tetap diam. Kita sama-sama tahu, Rasulullah juga manusia, punya hati dan emosi untuk merasakan. Tapi kenapa, hal-hal traumatis itu nggak jadi penyakit hati? Nggak jadi bikin pengen balas dendam?
Rasulullah rutin me-release semua rasa sedih, rasa nggak terima, rasa pengen membalas, dan kemarahan itu dengan tahajjud. Beliau juga rutin membersihkan dirinya dari penyakit hati dengan istighfar. Beliau mampu menahan diri dari ledakan emosionalnya. "Alarmnya" nggak sesenggol bacok itu sebab ditahan oleh pemahaman yang baik tentang Allah dan manusia, dan hatinya tidak sempit karena ucapan-ucapan manusia.
Kenapa? Shalih artinya lurus, konsisten. Benar pikirannya, benar ucapannya, benar tindakannya. Ketiganya selaras dan sinkron, dan da'i memang seharusnya begitu. Mereka tidak akan mengucapkan apa yang tidak mereka perbuat.
Dan itu dimulai dengan tahajjud, yakni ibadah yang dilakukan di saat sendiri. Saat kita memang hanya ingin dilihat oleh Allah saja. Kalau udah jujur kepada Allah, artinya akan punya integritas untuk kemudian jujur dalam tindakan-tindakan yang akan dilihat manusia, sehingga meskipun tindakannya dilihat manusia, mereka tidak melakukannya untuk mengesankan manusia.
Maka diam itu benar-benar emas ketika hati ingin menjelaskan berlebihan hanya untuk membersihkan nama baik kita. Ketika kita mungkin ingin mengeluarkan muntahan emosional yang justru kadang malah merugikan martabat kita. Hanya orang-orang yang bertahajjud yang mampu tetap menahan diri dan memelihara kehormatannya saat satu dunia menyalahpahami dan mendzoliminya.
Diamlah, biarkan kekuasaan Allah yang bicara untuk meluruskan pemikiran dan ucapan orang lain yang bengkok. Diamlah, yang terpenting adalah kedudukanmu di hadapan Allah, bukan di hadapan manusia. Diamlah, manusia tidak menginginkan penjelasan darimu, tetapi Allah senantiasa menginginkan perbaikan darimu. Manusia mencemarkan nama baikmu sedangkan Allah selalu menjaga aib-aibmu.
— Giza, kali ini tolong lanjutkan perjalanan sambil hanya ingin dilihat Allah
Tulisan ini mungkin belum komprehensif. Tapi saya berharap bisa menceritakan sedikit perjalan pikiran saya.
Sewaktu saya membaca perdebatan-perdebatan tentang jilbab di twitter, ada netizen yang sampai bilang:
“Emang Quraish Shihab ulama?“
Wabah Covid-19 ini memukul kita hampir di semua bidang. Ada banyak orang berilmu yang wafat. Baik dalam bidang agama, kesehatan, pendidikan dan yang lain sebagainya. Wafatnya orang berilmu sama artinya dengan diangkatnya sebagian ilmu Allah dari muka bumi. Maka ada baiknya kita selalu berdoa semoga para alim diberi kesehatan dan usia yang panjang. Ada baiknya jika kita berdoa agar Syaikh Qardhawi dicukupkan usianya untuk menulis tafsir Al Quran hingga selesai.
Tempo hari, ada temen saya yang chating dengan bahasan yang mengarah pada pendapat siapa yang benar dan siapa yang salah dalam hal kewajiban berjilbab. Saya sangat menghindari perdebatan ini karena saya tidak mendalami ilmu di bidang tersebut. Batasan saya sebagai awam hanyalah mengambil pendapat yang menurut saya lebih kuat. Kalaupun pendapat yang saya ambil ternyata keliru, saya cukup memohon kepada Allah agar memaklumi segala kekeliruan saya.
Dalam setiap disiplin ilmu (termasuk fiqih dan tafsir), ada metodologi penelitian yang baku. Metodologi penelitian tersebut dirumuskan sebagai ikhtiar para ulama untuk mendekati kebenaran. Jika ada dua ulama menjalankan penelitian masing-masing dan menghasilkan kesimpulan yang berbeda, selagi metodologi dalam disiplin ilmunya sudah dijalankan dengan baik, kita menghormati keduanya dan menjalankan adab sebagai awam. Sekalipun menolak hasilnya, ulamanya tetap kita hormati. Orang awam seperti kita hanya bisa membaca hasil dari metodologi penelitian yang dijalankan oleh ulama. Kita tidak punya kredibilitas yang cukup untuk mengkritisi. Maka cukup baca sebanyak-banyaknya dan hindari perdebatan. Mohonlah hidayah kepada Allah. Ini yang akan menyelamatkan kita.
Bulan ini, saya juga membaca buku Minhaj karya Ustadz Hamid Fahmy Zarkasyi. Buku ini bagus untuk pemula. Saya membaca buku ini atas rekomendasi @diahuha . Pas posting foto ini di story, ada teman yang membalas dan menanyakan tentang bagaimana sebenarnya stance saya terhadap feminisme? Kenapa masih membaca bukunya Gus Hamid?
Saya selama ini juga menolak berdebat tentang feminisme. Ternyata beberapa orang menyalahpahami sikap ini sebagai bentuk kesopanan karena sungkan kalau mau bilang mendukung feminis. Saya memahami Feminisme sebagai isme yang muncul dari barat. Sudah selesai di situ. Selebihnya, tidak ada beban untuk menolak atau mendukung.
Pola pikir manusia itu spektrumnya tidak biner. Saya hanya merasa bahwa obrolan tentang kesesuaian feminisme dengan Islam cukup dibahas ulama INSIST dan saya membaca hasilnya. Karena bagaimanapun, beliau lebih kompeten.
Di sisi lain, saya sendiri sempat mengkritisi tentang all male panel dalam kajian yang membahas wanita. Nah gara-gara ini, saya dianggap feminis. Saya menulis ini bukan untuk mengklarifikasi atau takut dianggap feminis. Saya cuma pengen menyampaikan pendapat aja bahwa hal-hal kayak gini ga bisa dipandang biner.
Sebagai perempuan yang bekerja di dunia teknik dimana dominasi laki-laki cukup kuat, saya merasa bahwa dalam mengambil kebijakan di ruang publik, perspektif perempuan tetap diperlukan agar kebijakan tersebut mengakomodasi kepentingan perempuan juga. Pun ketika kita bicara tentang perempuan, nggak bisa kalau semua panelnya laki-laki tanpa memperhatikan perspektif perempuan sama sekali.
Ada banyak contoh klasik dari dampak ketika perspektif perempuan tidak dilibatkan dalam pengambilan kebijakan di ruang publik. Diantaranya:
Jarang ada kantor yang punya nursing room memadai.
Tidak ada cuti ayah saat ibu melahirkan padahal sekalipun si ibu mendapat cuti kerja 3 bulan, dia juga tetep butuh pendampingan suami untuk beradaptasi.
Tidak ada yang berpikir untuk menyediakan gym khusus perempuan padahal perempuan juga berhak sehat.
Tidak banyak day care yang dekat dengan perkantoran. Padahal kalau ada, ini ngebantu banget buat ibu yang berkhidmad di ruang publik.
Masih banyak lagi contohnya.
Feminis mendukung perjuangan perempuan. Islam juga. Tapi bukan berarti mereka sama. Karena feminisme bukan berasal dari Islam, kita pasti menemukan banyak perbedaan sekalipun persamaannya juga ada.
So, saya sudah berhenti berdebat di ranah ini. Cukuplah saya melihat apa yang terjadi di ruang publik. Secara teoritis, Islam sudah menjamin keamanan perempuan. Tapi, apakah ajaran islam tentang perempuan sudah kita laksanakan di ruang publik? Bagaimana kita bisa bicara ini dengan terbuka jika kita baru memulai percakapan tentang perempuan sedikit saja, kita langsung dituduh feminis dan harus diajak berdebat perkara konsep lagi? Padahal keperluan kita bicara tentang perempuan belum tentu untuk mengkritisi konsep Islam tentang perempuan. Akhirnya, kita gagal berdiskusi tentang masalah yang sedang kita hadapi.
Ini yang membuat saya mengambil sikap menjauhi perdebatan.
…
“Islam itu bukan disiplin ilmu karena tidak bisa difalsifikasi”
Rukun Islam dan Rukun Iman memang tidak bisa difalsifikasi karena ini berkaitan dengan kepercayaan.
Akan tetapi, dalam Islam, ada banyak sekali ruang untuk berdiskusi. Penentuan kewajiban hijab misalnya. Dalil kewajiban Islam asalnya dari Al Qur’an. Nah untuk menjabarkan ayat Al Qur’an sampai menjadi butir-butur hukum itu butuh proses tafsir. Saya biasa menyebut tafsir dengan kata “interpretasi” untuk menjelaskan ke teman-teman yang tidak familiar dengan istilah-istilah di bidang keilmuan islam.
Siapa yang menginterpretasikan? Ulama tafsir. Bagaimana ulama tafsir menginterpretasikan? Ada banyak metodenya. Bisa di-googling dengan keyword “Metodologi tafsir qur’an”. Nah, untuk bisa menjabarkan ayat sampai merumuskan jadi hukum, butuh kompetensi tertentu. Bisa juga di-googling kompetensinya.
Di sinilah hasil-hasil penafsiran punya ruang untuk didiskusikan dan diaudit metodenya. Kalau kita tidak punya kompetensi sebagai ahli tafsir ya jangan menafsirkan ayat sendiri sekalipun terjemahan dalam ayat tersebut terbaca jelas. Kenapa? Karena kita tidak tahu konteks turunnya ayat tersebut, kita tidak paham asbabun nuzulnya.
Dalam hal tafsir, untuk memudahkan diri, kita boleh berpegang pada satu ulama yang karyanya sudah umum diakui oleh jumhur ulama. Ibnu Katsir misalnya. Tapi sebagai awam, wilayah kita ya cukup itu. Mengutip interpretasi ulama dan menyampaikannya. Bukan menginterpretasikan sendiri. Kalau ternyata suatu hari kita menemukan bahwa tafsir Al Misbah bertentangan dengan Tafsir Ibnul Katsir, cukup sampaikan bahwa:
“Syaikh Ibnu Katsir berpendapat demikian“
“Ustadz Quraish Shihab berpendapat demikian“
“Ustadz xyz ngajarin saya buat ambil pendapat Ibnu Katsir karena begini, begitu, dll, dsb“
Sudah cukup itu. Insya Allah kita sudah berusaha menyelamatkan tercampurnya pendapat ulama dengan pendapat awam dalam hal agama.
Saya tidak fanatik pada pendapat satu ulama saja. Hanya saja, di sini saya berpikir, ustadz Quraish Shihab sehari-harinya menghabiskan waktu untuk membaca dan menulis buku. Beliau berikhtiar agar Islam lebih dipahami oleh awam. Kalaupun pendapat beliau ternyata kita tolak, pantaskah kita menghujat beliau jika kita sendiri jarang menyentuh Al Qur’an?
Ilmu itu mahal harganya. Butuh bertahun-tahun belajar dengan tekun. Tapi, ilmu juga mudah sekali menguap. Entah karena awam yang tidak tahu posisi, entah karena ulama yang sudah berpulang. Jadi, kita sendiri harus berikhtiar mengumpulkan remah-remahnya sekuat tenaga.
“Agama banyak bertentangan dengan ilmu umum. Makanya kita nggak akan bisa menyatukannya“
Bagi saya, agama tidak bertentangan dengan ilmu umum. Hanya saja, kemampuan kita belum sampai untuk mempertemukan keduanya dan kita harus bersabar atas itu. Mempelajari ilmu yang dianggap sebagai ilmu umum (termasuk di antaranya ilmu tentang alam dan tentang manusia) adalah ikhtiar untuk memahami sunnatullah-Nya. Melengkapi puzzle-puzzle yang tidak kita tahu. Oleh karena itu, kita perlu belajar untuk menyimpan semua pendapat yang bertentangan dengan tenang. Tidak buru-buru menolak atau menerima. Disimpan saja jika memang belum bisa menentukan sikap. Disimpan sambil terus belajar dan berharap kelak Allah ngasih hidayah.
Saya mulai belajar melakukan ini ketika saya depresi karena wafatnya Ibu. Saya sudah ridho dengan wafatnya Ibu tapi kenapa saya masih depresi? Banyak ulama yang masih berpendapat bahwa depresi adalah akibat dari kurang iman. Di awal, saya kesal sekali. Tapi pelan-pelan saya memahami bahwa beban ulama berat sekali. Kita mempertanyakan semua masalah kehidupan ke satu orang. Sementara dalam perkara umum, kita tidak berani menanyakan Obat Kanker ke Sarjana Elektro. Artinya, kita sendiri sebenarnya sudah faham bahwa sebuah perkara harus diserahkan pada ahlinya. Namun kita masih belum memahami bahwa ilmu agama itu luas. Tidak ada ulama yang all in one memahami semua hal. Maka dari itu, untuk urusan pengobatan depresi, saya tetap berusaha ke SpKJ sekalipun ada temen yang bilang:
“Ikhtiar kamu jangan ke dunia thok. Tazkiyatun nafs juga. Sholat juga dibenerin“
Di awal-awal, saya mangkel banget dibilangi kayak gitu. Belakangan, saya bisa dengan tenang bilang:
“Insya Allah“
Seorang dokter jiwa itu mempelajari bagaimana cara kerja jiwa. Sama dengan Imam Ghazali dan ulama-ulama lain yang banyak mempelajari Tazkiyatun Nafs. Saat saya membaca terjemahan Kimiyaus Sa’adah, saya berusaha mengikuti konsep jiwa menurut Imam Ghazali. Tentu konsep jiwa menurut Imam Ghazali agak berbeda dengan konsep jiwa menurut Kedokteran Jiwa. Apakah dalam hal ini, kita langsung bisa bilang bahwa Imam Ghazali salah atau Ilmu Kejiwaan sudah westernize dan bertentangan dengan Islam? Tidak seperti itu. Sifat Ilmu itu terus berkembang. Cabang-cabangnya terus bertambah. Mungkin saja kedokteran jiwa melengkapi tazkiyatun nafs-nya Imam Ghazali atau sebaliknya. Untuk menghubungkan ini, butuh ikhtiar para alim di bidangnya juga.
Seringnya, ketika kita belajar Al Qur’an, kita benar-benar meninggalkan perspektif kita yang berkaitan dengan disiplin ilmu yang kita punya. Begitupun sebaliknya. Ketika kita meneliti disiplin ilmu kita, perspektif sebagai muslim yang memahami qur’an, kita tinggalkan begitu saja.
Makanya saya bahagia ketika Syaikh Yasir Qadhi bilang bahwa mental ilness itu nyata dan profesional di bidang kesehatan bisa membantu. Beliau bilang begitu tanpa meninggalkan bahasan tentang Tazkiyatun Nafs. Dalam menghadapi mental ilness, sholat kadang membantu. Tapi kadang juga enggak. Sejak beliau bilang demikian, hati saya sedikit tenang.
Kenapa?
Karena depresi saya tidak berkurang ketika sholat atau membaca Al Qur’an. Ceramah syaikh Yashir Qadhi menguatkan saya. Mungkin obatnya memang tidak ada dalam ibadah mahdhah. Tapi bagaimanapun, ibadah wajib harus tetap dijalankan. Dan dalam sholat, saya berdoa agar selalu diberi kekuatan menghadapi ujian.
Ini yang menjadi titik balik saya untuk tidak banyak bicara tentang hal yang di luar keahlian saya agar suara saya tidak menutupi suara ahli yang asli.
Dulu pas awal-awal Covid-19, ada banyak orang yang bilang bahwa seorang muslim tidak akan terkena Covid karena sering berwudhu. Jika wudhu memang menenangkanmu, berwudhulah. Tapi jangan lupa bahwa yang memiliki kompetensi untuk berpendapat tentang virus Corona adalah orang yang belajar tentang virus. Bukan berarti kita menolak kekuasaan Allah. Virus itu makhluk Allah yang bekerja dengan mengikuti aturan-aturan-Nya. Aturan ini ada yang dipahami manusia dan ada yang tidak. Nah orang-orang yang sehari-harinya bekerja dengan virus ini lebih kompeten mempelajari bagaimana virus bekerja. Mempercayai mereka tidak equal dengan menolak kuasa Allah.
Jadi, jangan sampai kita berpikir pendek bahwa Islam hanyalah sebatas mukjizat. Islam mengajarkan kita bahwa semua makhluk mengikuti aturan-Nya. Hal tersebut tentunya sepaket dengan perintah bagi kita untuk belajar Al Quran serta mengamati bagaimana alam semesta bekerja biar kita bisa menjadi khalifah (caretaker) yang baik di muka bumi ini. Khalifah yang baik yang tidak mendzolimi sesama makhluk.
*
Betapa jarangnya kita bicara tentang alam sebagai orang yang beragama sampai tiba-tiba saja penyakit Zoonosis yang harusnya di hutan rimba jadi masuk habitat manusia Kita tidak sadar bahwa Covid-19 mungkin saja termasuk respon dari dzalimnya manusia terhadap ekosistem rimba. So, again, teruslah belajar. Perbaiki adab kita. Pahami posisi sebagai awam. Dengarkan pendapat ulama yang kompeten di bidangnya. Jangan mengambil panggung untuk hal-hal yang tidak kita kuasai.
*
Semoga Allah memberi hidayah kepada kita semua.
Note: Tulisan ini juga diarsipkan di hellopersimmonpie.com
“Saya lagi nyoba jadi seorang mindful minimalist. Artinya saya bakal nyoba buat nyederhanain semua hal yang ada di hidup saya. Saya mau mulai nyoba ngeefektifin apa-apa yang ada di dalam hidup saya itu, kira-kira buku apa ya yang cocok buat ini?”
Stephen R Covey di bukunya yang berjudul The 7 Habits of Highly Effective People nyebutin ada 7 kebiasaan pribadi yang efektif. Apa aja emang? Be Proactive, begin with the end in mind, put first thing first, thinking win-win, seek first to understand then to be understood, synergize, sama sharpen the saw.
Orang reaktif: coba aja saya punya koneksi kenceng. mungkin saya bakal sharing tentang minimalisme di podcast
Orang proaktif: saya masih bisa sharing minimalisme di IG, terus di design biar lebih menarik
Pas ngebangun rumah, sebelum kita peletakan batu pertama kan kita pasti dah tau pengen kaya gimana ya rumahnya nanti. Gimana interiornya, mau berapa tingkat rumahnya, ada berapa kamar, dan lain-lain. Ini contoh begin with the end in Mind yang dimaksud.
Pernah denger empat kuadran skala prioritas ga? ya penting medesak dll. Nah katanya orang efektif itu ga ngabisin waktu di kuadran penting dan mendesak malah, tapi ia bakal prioritasin di kategori penting dan tidak mendesak. Mereka lebih ngehargain hubungan sama orang lain kebanding deadline-deadline tugas.
Pas negosiasi, orang orang efektif itu ngambil solusi yang nguntungin kedua belah pihak (win/win), gak menang kalah (win/loose), kalah menang (loose win), apalagi kalah kalah (loose/loose). Kalau pun gak menang menang, pilihannya gak ada kesepakatan.
Pas kita komunikasi sama seseorang, kita harus mendengarkan dengan tujuan buat memahami, bukan membalas. Soalnya bisa jadi kacamata yang kita gunain pas nge respon (tanpa memahami) gak cocok sama masalah yang dihadapin oleh lawan bicara kita.
Orang yang efektif itu bakal nyoba nge sinergiin kelima kebiasaan sebelumnya. Mereka berfokus ke empat kemampuan dasar unik manusia, motif menang/menang, sama keterampilan mendengarkan yang baik.
Kebiasaan nomor tujuh ini ngeluangin waktu buat ngasah gergaji. Kebiasan ini ningkatin aset terbesar kita, yakni diri kita. Ada empat dimensi yang tercakup: mentak, fisik, sosial/emosional sama spiritual. Kuncinya itu belajar - berkomitmen - melakukan.
Sebenernya ada juga katanya the 8th habit, tapi buat sementara itu dulu deh soalnya habit ke delapan ini ada satu buku yang ngebahas. semoga next time kita bisa review. Semoga nambah insight baru (walaupun ini buku lama sih), dah ah merci beaucoup and thanks for having a beautiful mind.
jika di hadapan manusia kamu tidak ada artinya, sayang sekali jika di hadapan Rabb mu juga begitu.
apa salah jika aku terus menghindari hal-hal yang membuatku tidak nyaman?
aku bimbang. takut salah langkah. jika kuhadapi dan kuterobos saja segala hal yang membuatku tidak nyaman, apa aku akan baik-baik saja?
aku memilih jalan lebih jauh untuk menunggu angkot di ujung pertigaan jalan daripada jalan langsung ke terminal yang jaraknya lebih dekat. aku benci bapak penjual asongan yang kerap memaksaku menaiki angkot pilihannya. aku tidak nyaman, bukankah aku bebas untuk memilih dan menaiki angkot mana saja? tempatku bekerja dilewati oleh angkot segala jurusan, jadi aku lebih fleksibel dalam menyetop angkot. Tapi bapak penjual asongan ini mengira aku hanya menaiki angkot jurusan tertentu.
ini salah satu contohnya. hal-hal kecil yang membuatku tidak nyaman saja lekas kuhindari, apalagi hal-hal besar?
saat ini aku berpikiran untuk resign dari tempat bekerja. karena aku merasa terkucilkan. aku tidak nyaman dianggap tidak ada.
tapi buat apa aku resign? toh jika berada di tempat baru sepertinya aku akan mendapatkan hal serupa.
karena kejadian seperti ini hanya terus berulang.
kenapa ya?
oiya ada yang salah dariku.
aku orang yang tidak baik. apa aku pantas menerima semua ini karena kelakuanku sendiri?
apa aku jahat?
sejahat itu? sampai tidak ada yang mau duduk disampingku.
aku ngerasain banget gimana capeknya menjaga hati manusia, capek untuk selalu berusaha agar manusia bisa selalu seneng sama aku, takut mereka kecewa sama aku, takut mereka marah ataupun dendam.
aku juga kecewa kalau mendapati manusia yg gak menghargai aku, memandang aku sebelah, meremehkan aku.
menjaga hubungan dengan manusia itu sulit banget, apalagi manusia-manusia di luar hubungan keluarga. pengennya dihargai tapi gak mau menghargai.
jujur, aku ngerasa udah banyak mengalah sama manusia-manusia egois di sekeliling aku. tapi pada akhirnya aku mempertanyakan sendiri, buat apasih usaha aku selama ini menyenangkan mereka? toh mereka gak memikirkan perasaanku balik.
tapi setelah dipikir-pikir, karakter manusia emang seperti itu. maybe aku juga pernah jadi sosok antagonis di mata orang lain.
a small collection of things to remember.
1. your life can look so different, so much better, in just a few months. keep going.
2. read at least a book a month
3. list 5 things that make you happy every day
4. create playlists for every mood
5. learn a new language through consistent practice every day
6. research new topics that interest you, how about coding, music, or graphic design?
7. compliment people frequently!!
8. don’t be afraid to introduce yourself to someone new, it can be online as well
9. try to notice the sky and the air and the flowers, pay attention to your surroundings
10. focus on one thing at a time. just one thing. that’s what prioritization really is.
11. collect quotes that motivate you
12. try journaling, or just writing down all the funny quotes your friends say
13. you teach people how to treat you by what you tolerate
14. always have a bottle of water by your desk. when you get the urge to check your phone, keep your hands busy by drinking water instead.
15. don’t be afraid of bad days; they happen and you shouldn’t blame yourself for it
16. when you’re not doing great: open your curtains, take a shower, stretch, go for a walk. let your mind wander, rest and refresh.
17. know what you can and cannot control.
18. make a list of reasons to keep going, to keep you motivated. whenever you feel down, read it and add another one.
19. more cozy study dates in cafes!! (still abiding distancing rules in your country ofc)
20. and above all: stay hydrated!!
[ for more posts like these, visit my instagram @softlyshade ]
Kepergian akan dibuat lupa oleh kesibukan, dan nanti sesekali akan diingatkan oleh kesepian.
DDF
sejarah nama akun ini
EMPAT KUNCI MASUK SURGA
Surga merupakan tempat impian yang dirindukan oleh orang-orang yang beriman. Di sanalah tempat kebahagiaan sejati, yang tiada lagi kesedihan, kekecewaan, dan penderitaan, seperti yang dialami tatkala hidup di dunia. Bahkan, orang terakhir yang masuk ke dalam surga dan mendapatkan derajat terendah di sana memiliki kenikmatan yang jauh lebih besar dan tiada bandingannya dengan kenikmatan yang ada di dunia yang belum pernah mata melihatnya, belum pernah telinga mendengarnya, dan belum pernah pula terbetik dalam hati manusia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنِّى لأَعْلَمُ آخِرَ أَهْلِ النَّارِ خُرُوجًا مِنْهَا وَآخِرَ أَهْلِ الْجَنَّةِ دُخُولاً الْجَنَّةَ رَجُلٌ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ حَبْوًا فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلأَى
فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ فَإِنَّ لَكَ مِثْلَ الدُّنْيَا وَعَشَرَةَ أَمْثَالِهَا أَوْ إِنَّ لَكَ عَشَرَةَ أَمْثَالِ الدُّنْيَا
قَالَ فَكَانَ يُقَالُ ذَاكَ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً
“Sesungguhnya aku tahu (diberi tahu oleh Allaah) siapa orang yang paling terakhir dikeluarkan dari neraka dan paling terakhir masuk ke surga. Yaitu, seorang laki-laki yang keluar dari neraka dengan merangkak.
Kemudian Allaah berfirman kepadanya, ‘Pergilah engkau, masuklah engkau ke surga.’
Ia pun mendatangi surga, tetapi ia ditampakkan bahwa surga itu telah penuh.
Ia kembali dan berkata, ‘Wahai Rabbku, aku mendatangi surga, tetapi sepertinya telah penuh.’
Allaah berfirman kepadanya, ‘Pergilah engkau dan masuklah surga.’
Allaah berfirman kepadanya, ‘Pergilah engkau dan masuklah surga, karena untukmu surga seperti (kemewahan seorang raja) di dunia dan dikalikan sepuluh kali lipat darinya.’”
Kemudian Rasulullah bersabda, “Itulah penghuni surga yang paling rendah derajatnya.” (HR. Bukhari no. 6571, 7511 dan Muslim no. 186, 189)
Dalam riwayat lain disebutkan,
إِنَّ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً مَنْ يَسْعَى عَلَيْهِ أَلْفُ خَادِمٍ كُلُّ خَادِمٍ عَلَى عَمَلٍ لَيْسَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ
“Sesungguhnya penghuni surga yang paling bawah adalah seseorang yang memiliki 1000 pelayan yang selalu siap melayaninya. Setiap pelayan memiliki tugas yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.” (HR. Baihaqi. Lihat Shahih At-Targhib no. 3705)
Untuk masuk ke dalam surga, tentu ada beberapa tiket atau kunci yang harus dimiliki. Siapa saja yang berhasil memiliki kunci tersebut, maka ia akan masuk surga. Ada empat kunci surga yang diterangkan dalam surat Al-’Asr.
Allaah Ta’ala berfirman,
إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, saling menasihati supaya menaati kebenaran, dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr: 3)
Pertama, iman yang dilandasi ilmu (agama)
Seorang muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu agama, terutama ilmu yang berkaitan dengan tata cara beribadah kepada Allaah dan mengesakan-Nya, juga ilmu yang terkait prinsip syariat-syariat islam, muamalah, halal haram, dan sebagainya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلىَ كُلِّ مَسْلَمٍ
”Menuntut ilmu (agama) wajib bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah no. 224)
Tanpa ilmu, seseorang tidak akan tahu bagaimana amalan-amalan agar bisa masuk ke dalam surga dan hal-hal yang menjerumuskannya ke dalam api neraka.
Allaah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunjawabannya.” (QS. Al-Isra’: 36)
Bahkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan orang yang menempuh jalan menuntut ilmu (agama) akan dimudahkan menuju surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allaah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)
Kedua, amal (menerapkan ilmu)
Setelah seseorang mempunyai dan mengetahui ilmu, maka ia harus bersunggung-sungguh untuk mengamalkannya. Allaah Ta’ala berfirman,
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ سَنُدْخِلُهُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۖ لَّهُمْ فِيهَآ أَزْوَٰجٌ مُّطَهَّرَةٌ ۖ وَنُدْخِلُهُمْ ظِلًّا ظَلِيلًا
“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Mereka di dalamnya mempunyai istri-istri yang suci. Dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman.” (QS. An-Nisa’: 57)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتىَّ يَسْأَلَ عَنْ عِلْمِهِ مَا فَعَلَ بِهِ
“Seorang hamba tidak akan beranjak dari tempatnya pada hari kiamat nanti hingga dia ditanya tentang ilmunya, apa saja yang telah ia amalkan dari ilmu tersebut.” (HR. Ad-Darimi no. 537)
Ketiga, dakwah (membagikan/mengajarkan ilmu)
Orang yang pertama kali wajib kita dakwahi dan tularkan ilmu yang sudah didapat adalah keluarga, baru kemudian orang lain. Allaah Ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6)
Dalam firman-Nya yang lain,
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allaah dan mengerjakan amal yang saleh?” (QS. Fushshilat : 33)
Sungguh, masih dalam keadaan merugi orang yang telah mengetahui ilmu agama (kebenaran), akan tetapi ia tidak berusaha menyelamatkan saudaranya dengan mengajak mereka untuk memahami dan melaksanakan Islam dengan benar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidak sempurna keimanan salah seorang di antara kalian, hingga ia senang apabila saudaranya memperoleh sesuatu yang juga ia senangi.” (HR. Bukhari)
Dalam sabda yang lain,
فَوَاللَّهِ لَأَنْ يُهْدَى بِكَ رَجُلٌ وَاحِدٌ خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ
“Demi Allaah, sungguh jika Allaah memberikan petunjuk kepada seseorang dengan perantara dirimu, itu lebih baik bagimu daripada unta merah.” (HR. Bukhari)
Keempat, sabar (dalam mencari ilmu, mengamalkan ilmu, dan membagikan ilmu)
Pada akhir tafsir surah Al-‘Ashr ini, Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata,
”Maka, dengan dua hal yang pertama (ilmu dan amal), manusia dapat menyempurnakan dirinya sendiri. Sedangkan dengan dua hal yang terakhir (berdakwah dan bersabar), manusia dapat menyempurnakan orang lain. Dan dengan menyempurnakan keempat kriteria tersebut, manusia dapat selamat dari kerugian (neraka) dan mendapatkan keuntungan yang besar (surga).” (Lihat Taisir Karimir Rahman, hal. 934)
Jalan menuju surga itu diliputi dengan hal-hal yang tidak disukai manusia karena manusia itu lebih condong kepada sikap santai dan rehat. Oleh karenanya, sabar diperlukan dalam setiap perjuangan untuk mencari, mengamalkan, dan menularkan ilmu yang didapat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
حُجِبت النار بالشهوات، وحُجبت الجنة بالمَكَاره
“Neraka ditutupi dengan syahwat dan surga ditutupi dengan hal-hal yang tidak disukai.” (HR. Bukhari)
Penulis: Arif Muhammad N