Mentari samar merasuk ke dalam sukma, membangunkan jiwa yang masih ingin direngkuh oleh malam. Kendati demikian, jejak-jejak jiwamu kembali menyapa alam bawah sadar, menginatkan mata agar lekas terbuka walau sayup-sayup.
Nihil pesan baru tak buat hati jadi masygul, karena yang paling menggubah bahagia adalah menelusuri sajak pesan penuh rayuan-rayuan malu sisa semalam. Sudah pagi, tapi bibir ini t’lah bentukkan sabit senyum, merona-rona pipi mengingat gurauan Tuan.
Maka tenggelamlah dinda ini ke dalam perinduan akanmu, dan rasa ini sekiranya akan tinggal sampai waktu yang tak tentu. Detik, menit, jam, terhabiskan dengan menggoreskan asa tentang kamu, kamu, kamu lagi. Tinta-tinta t’lah warnai kertas, gambarkan rayuan-rayuan lain yang siap memakanmu hingga habis tak tersisa. Kala selesai menulis, rindu itu datang lagi...
Oh, mabuk rindu sudah diri ini...