Terjerat dalam kompetensi yang membuat manusia terdidik serasa dikejar dengan angka diatas kertas, terdengar bukan hal yang baik. Dorongan keingintahuan yang seharusnya menjadi bahan bakar serasa terlupakan. Padahal tidak ada yg bisa menggantikannya untuk mendapatkan hasil berupa ilmu.
Apa salahnya menjadi terpaksa? Bisik batinku sesekali.
Sekarang tahu betul, terpaksa membuat hal yang didapat mudah sekali pergi. Kurang atau bahkan tidak meninggalkan bekas.
Lalu bagaimana agar tidak terpaksa? Jawabannya akan beragam dari manusia terdidik. Itu tentang cita yang ingin diraih, tentang bentuk kontribusi yang ingin diberikan. Walaupun sebenarnya, belum semua bisa diluruskan. Namun semoga bisa segera disadarkan.