Setelah seminggu dua minggu dibuat bingung dan galau nyari kado lahiran untuk wali murid, akhirya bisa plong juga walaupun agak gak sreg sama kadonya.
Takut kadonya gak kepake :(, takut gak sesuai selera, takut bikin illfeel juga :((
Karena yang nerima kado ini udah terbiasa dengan barang barang bermerek dan mewah. Jadi mikir beribu ribu kali harus ngasih kado apa ke beliau. Jujur gak pede beli kado murah yang sesuai dompet, jadi yaa apa adanya aja :))
Pengen ngasih kado yang terbaik, karna beliau juga udah baikkk banget ke aku. bahkan beliau nganggap aku temennya. Se humble apaaa coba beliau. Rasanya tu gak pede temenan sama orang kaya, beda kastanya tu kerasa bgtttt
Akhirnya kado pilihanku jatuh ke gamis busui yg brand nya cukup terkenal di kalangan emak emak.
Tapi pas barangnya datang aku kecewa banget karena plastic wrapnya dekil kusam. Jadi aku wrap lagi pake kertas kado yg agak bagusan. Ya Allah kirain baju mahal packing nya juga mahal đ„Č mahal versi aku ya.
Huhuhu pokoknya semoga bundanya murid aku bisa merasakan ketulusan ini đ«
Gamau nethink lagi. Apa yang terjadi maka terjadilah :))
Ada dua kebiasaan yang menurut saya penting buat mulai dibiasakan sebelum memutuskan berumah tangga; 1) Biasakan untuk mengembalikan barang setelah menggunakan, dan 2) Kalau lihat sesuatu yang nggak seharusnya (lantai kotor, ruang tamu berantakan, dsb), segera ambil tindakan.
Berumah tangga itu tidak sesederhana berbagi peran, 'ini tugasmu, ini tugasku', tetapi juga tentang bagaimana membangun kesadaran bersama bahwa, untuk mencapai tujuan bersama, rumah tangga yang harmonis misalnya, wajib didasari kepekaan dan tanggung jawab bersama untuk mewujudkannya. Setiap anggota keluarga.
Jika setiap anggota keluarga, tersekat pada tugas dan tanggung jawabnya masing-masing tanpa adanya kesadaran dan kepedulian untuk membantu satu sama lain, harmoni dalam rumah tangga tidak akan tercapai. Begitulah yang Umi ajarkan.
Kenapa dua aktivitas tersebut menurut saya penting?
Mengembalikan barang ke tempat asalnya tidak hanya soal menjaga nilai estetika rumah, melainkan ada makna mendalam tentang tanggung jawab dan kepedulian. Ketika kita memahami bahwa setiap barang memiliki tempatnya, kita belajar bahwa segala sesuatu di dunia ini bekerja dengan harmoni ketika berada pada 'fitrahnya' atau posisinya yang semestinya.
Saat sesuatu keluar dari fitrahnya, ia sering kali menjadi penyebab kekacauan atau kerusakan. Contohnya, barang yang tidak dikembalikan bisa mengganggu kenyamanan, menciptakan kekacauan, dan memicu konflik kecil dalam rumah tangga. Hal ini bisa menjadi pengingat bahwa kealpaan kecil dapat berdampak besar jika tidak segera ditangani.
Lalu, kebiasaan segera bertindak saat melihat sesuatu yang tidak semestinya adalah latihan untuk meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan sekitar. Hal ini penting karena berumah tangga bukan hanya soal âmelakukan tugas yang sudah ditetapkanâ, tetapi tentang berkolaborasi untuk menciptakan kenyamanan bersama. Ketika kita terbiasa mengambil inisiatif, kita menunjukkan bahwa kita peduli terhadap kebutuhan setiap anggota keluarga.
Pada akhirnya, pelajaran utama dari kedua habit di atas adalah bahwa harmoni rumah tangga tercapai bukan melalui pembagian tugas yang kaku, tetapi melalui sikap proaktif, kepedulian, dan rasa tanggung jawab bersama. Membangun kebiasaan seperti ini sebelum menikah adalah investasi penting untuk masa depan yang lebih baik, menurut hemat saya.
Kebiasaan sederhana tapi punya pelajaran yang mendalam bukan? ^^ Oiya, tulisan ini saya buat random aja, baru balik ngadep monitor pengen nulis ini aja sebagai pengingat dan agar terus isqtiqomah menjalankannya :D
semalem aku mimpi kalau aku lagi hamil, terus bayi dalem perutnya nendang untuk pertama kalinya, sekilas aku ngerasa terharu, oh jadi gini bahagianya ibu hamil kalau pertama kali merasakan tendangan bayi dalam perutnya.
trus ternyata bayinya harus lahir premature (usianya 7 bulan), trus lahiran, trus udah aku bangun. abis itu bingung sendiri wkwkwk.
katanya mimpi lagi hamil itu insyaallah pertanda datangnya rezeki. aamiin ya Allah, positif thinking aja. Walaupun aku bingung apa maksud dari bayi yg lahir premature itu :)))
Tidak ada yang tersisa kecuali
"Hanya Engkau Ya Allah"
Melalui pengeras suara Mesjid disalah satu wilayah palestina
jalanan yang sangat akrab dan kukenali. Ini jalan menuju rumahku!
kenapa aku tiba-tiba berada di sini?
aku terdiam beberapa detik dan mencoba mencerna apa yang sedang terjadi. walau ini terasa sangat aneh, aku bahagia karena aku pulang. Alhamdulillah.
Dengan setengah sadar aku segera berlari ke rumah, tempat hangat di mana keluargaku berada, tempat di mana aku melupakan kesepianku sejenak, tempat di mana aku tenggelam dalam riuh keramaian. tempat di mana aku merasa, aku ada.
Aku melihat mama sedang mengurus dua keponakanku yang masih balita. Mama duduk di sebuah kursi. Dan di saat inilah aku sadar bahwa semua ini hanya mimpi, hanya hayalan bawah sadarku saja, realitanya sekarang aku sedang tidur di atas kasur kamar nomor 8 yang berjarak ratusan kilometer dari rumah.
Aku menangis tersedu. "Ma maafkan aku ma", aku berulang kali merengek pada mama, memohon belas kasih, memohon maaf sebanyak-banyaknya. Air mataku terjatuh dengan derasnya, air mata yang terasa begitu nyata.
Mama tertawa, bahkan tawa renyah yang menenangkan hati itu belum pernah kulihat sebelumnya. "tidak apa-apa nak, tidak apa-apa."
Aku bangun dari tidurku. Dan memang semuanya hanya mimpi.
Aku tak tahu apa maksud dari mimpiku. Kuharap hanya sebuah bunga tidur. Kuharap mimpiku hanya memberikan sinyal bahwa aku rindu. sangat rindu.
Karena entah mengapa aku jadi takut. perasaan takut ini membuat aku merapalkan doa,
Ya Allah, tolong jaga mama, tolong jaga mama, tolong jaga mama.
Ya Allah, tolong panjangkan umur mama, tolong pertemukan kami pada pertemuan yang indah.
Ma, aku rindu ma, tolong jawab panggilan video call dariku. kenapa nomor whatsapp mu tidak berdering?
Ma, aku sayang mama :(((
Apa jadinya jika 2021
Aku bangun jam 3
Tahajud, ngaji, trus baca buku agama sambil nunggu subuh..
Kuusahakan terus sholat fajar dan ga mau subuh telat..
Abis subuh hafalan trus dzikir pagi
Trus buka hari dg sedekah walo 1000 rupiah
Lalu ngurus toko...olahraga
Jam 6.30 siap2 kerja
Trus kerja
Di kantor sambil baca dan nulis
Jangan sampe kelewat dhuha, sholat tobat dan hajat
Sambil kerja promo dan jualan online
Hentikan semua urusan saat adzan berkumandang
Pada waktu dhuhur dan ashar
Kucicil rumah di surga
Bukan dg KPR tapi dengan sholat rowatib 12 rekaat sehari semalam
Siang sempatkan tidur siang
Dan juga waktunya belajar tentang muamalah dan marketing
Sore sempatkan olahraga atau waktunya bercanda di rumah
Jam 5 semua dah mandi
Duduk manis dzikir sore dan menunggu magrib
Abis magrib menunggu isya dg ngaji, hafalan dan belajar agama
Setelah isya waktu nya keluarga
Ada ritual sebelum tidur
Sholat tobat, mohon ampunan atas sehari ini dan witir
Lalu qul qul, al kahfi 1-10, al waqiah, dan ayat kursi, dan doa sebelum tidur
Bangun waktu tahajud
Curhat sama Allah
Apa jadinya jika setahun ini di lakukan seperti itu
Anda mau coba
Ayo bareng...
Tulisan ini mungkin belum komprehensif. Tapi saya berharap bisa menceritakan sedikit perjalan pikiran saya.Â
Sewaktu saya membaca perdebatan-perdebatan tentang jilbab di twitter, ada netizen yang sampai bilang:
âEmang Quraish Shihab ulama?â
Wabah Covid-19 ini memukul kita hampir di semua bidang. Ada banyak orang berilmu yang wafat. Baik dalam bidang agama, kesehatan, pendidikan dan yang lain sebagainya. Wafatnya orang berilmu sama artinya dengan diangkatnya sebagian ilmu Allah dari muka bumi. Maka ada baiknya kita selalu berdoa semoga para alim diberi kesehatan dan usia yang panjang. Ada baiknya jika kita berdoa agar Syaikh Qardhawi dicukupkan usianya untuk menulis tafsir Al Quran hingga selesai.
Tempo hari, ada temen saya yang chating dengan bahasan yang mengarah pada pendapat siapa yang benar dan siapa yang salah dalam hal kewajiban berjilbab. Saya sangat menghindari perdebatan ini karena saya tidak mendalami ilmu di bidang tersebut. Batasan saya sebagai awam hanyalah mengambil pendapat yang menurut saya lebih kuat. Kalaupun pendapat yang saya ambil ternyata keliru, saya cukup memohon kepada Allah agar memaklumi segala kekeliruan saya.
Dalam setiap disiplin ilmu (termasuk fiqih dan tafsir), ada metodologi penelitian yang baku. Metodologi penelitian tersebut dirumuskan sebagai ikhtiar para ulama untuk mendekati kebenaran. Jika ada dua ulama menjalankan penelitian masing-masing dan menghasilkan kesimpulan yang berbeda, selagi metodologi dalam disiplin ilmunya sudah dijalankan dengan baik, kita menghormati keduanya dan menjalankan adab sebagai awam. Sekalipun menolak hasilnya, ulamanya tetap kita hormati. Orang awam seperti kita hanya bisa membaca hasil dari metodologi penelitian yang dijalankan oleh ulama. Kita tidak punya kredibilitas yang cukup untuk mengkritisi. Maka cukup baca sebanyak-banyaknya dan hindari perdebatan. Mohonlah hidayah kepada Allah. Ini yang akan menyelamatkan kita.
Bulan ini, saya juga membaca buku Minhaj karya Ustadz Hamid Fahmy Zarkasyi. Buku ini bagus untuk pemula. Saya membaca buku ini atas rekomendasi @diahuha . Pas posting foto ini di story, ada teman yang membalas dan menanyakan tentang bagaimana sebenarnya stance saya terhadap feminisme? Kenapa masih membaca bukunya Gus Hamid?
Saya selama ini juga menolak berdebat tentang feminisme. Ternyata beberapa orang menyalahpahami sikap ini sebagai bentuk kesopanan karena sungkan kalau mau bilang mendukung feminis. Saya memahami Feminisme sebagai isme yang muncul dari barat. Sudah selesai di situ. Selebihnya, tidak ada beban untuk menolak atau mendukung.
Pola pikir manusia itu spektrumnya tidak biner. Saya hanya merasa bahwa obrolan tentang kesesuaian feminisme dengan Islam cukup dibahas ulama INSIST dan saya membaca hasilnya. Karena bagaimanapun, beliau lebih kompeten.
Di sisi lain, saya sendiri sempat mengkritisi tentang all male panel dalam kajian yang membahas wanita. Nah gara-gara ini, saya dianggap feminis. Saya menulis ini bukan untuk mengklarifikasi atau takut dianggap feminis. Saya cuma pengen menyampaikan pendapat aja bahwa hal-hal kayak gini ga bisa dipandang biner.
Sebagai perempuan yang bekerja di dunia teknik dimana dominasi laki-laki cukup kuat, saya merasa bahwa dalam mengambil kebijakan di ruang publik, perspektif perempuan tetap diperlukan agar kebijakan tersebut mengakomodasi kepentingan perempuan juga. Pun ketika kita bicara tentang perempuan, nggak bisa kalau semua panelnya laki-laki tanpa memperhatikan perspektif perempuan sama sekali.
Ada banyak contoh klasik dari dampak ketika perspektif perempuan tidak dilibatkan dalam pengambilan kebijakan di ruang publik. Diantaranya:
Jarang ada kantor yang punya nursing room memadai.
Tidak ada cuti ayah saat ibu melahirkan padahal sekalipun si ibu mendapat cuti kerja 3 bulan, dia juga tetep butuh pendampingan suami untuk beradaptasi.
Tidak ada yang berpikir untuk menyediakan gym khusus perempuan padahal perempuan juga berhak sehat.
Tidak banyak day care yang dekat dengan perkantoran. Padahal kalau ada, ini ngebantu banget buat ibu yang berkhidmad di ruang publik.
Masih banyak lagi contohnya.
Feminis mendukung perjuangan perempuan. Islam juga. Tapi bukan berarti mereka sama. Karena feminisme bukan berasal dari Islam, kita pasti menemukan banyak perbedaan sekalipun persamaannya juga ada.
So, saya sudah berhenti berdebat di ranah ini. Cukuplah saya melihat apa yang terjadi di ruang publik. Secara teoritis, Islam sudah menjamin keamanan perempuan. Tapi, apakah ajaran islam tentang perempuan sudah kita laksanakan di ruang publik? Bagaimana kita bisa bicara ini dengan terbuka jika kita baru memulai percakapan tentang perempuan sedikit saja, kita langsung dituduh feminis dan harus diajak berdebat perkara konsep lagi? Padahal keperluan kita bicara tentang perempuan belum tentu untuk mengkritisi konsep Islam tentang perempuan. Akhirnya, kita gagal berdiskusi tentang masalah yang sedang kita hadapi.
Ini yang membuat saya mengambil sikap menjauhi perdebatan.
âŠ
âIslam itu bukan disiplin ilmu karena tidak bisa difalsifikasiâ
Rukun Islam dan Rukun Iman memang tidak bisa difalsifikasi karena ini berkaitan dengan kepercayaan.
Akan tetapi, dalam Islam, ada banyak sekali ruang untuk berdiskusi. Penentuan kewajiban hijab misalnya. Dalil kewajiban Islam asalnya dari Al Qurâan. Nah untuk menjabarkan ayat Al Qurâan sampai menjadi butir-butur hukum itu butuh proses tafsir. Saya biasa menyebut tafsir dengan kata âinterpretasiâ untuk menjelaskan ke teman-teman yang tidak familiar dengan istilah-istilah di bidang keilmuan islam.
Siapa yang menginterpretasikan? Ulama tafsir. Bagaimana ulama tafsir menginterpretasikan? Ada banyak metodenya. Bisa di-googling dengan keyword âMetodologi tafsir qurâanâ. Nah, untuk bisa menjabarkan ayat sampai merumuskan jadi hukum, butuh kompetensi tertentu. Bisa juga di-googling kompetensinya.
Di sinilah hasil-hasil penafsiran punya ruang untuk didiskusikan dan diaudit metodenya. Kalau kita tidak punya kompetensi sebagai ahli tafsir ya jangan menafsirkan ayat sendiri sekalipun terjemahan dalam ayat tersebut terbaca jelas. Kenapa? Karena kita tidak tahu konteks turunnya ayat tersebut, kita tidak paham asbabun nuzulnya.
Dalam hal tafsir, untuk memudahkan diri, kita boleh berpegang pada satu ulama yang karyanya sudah umum diakui oleh jumhur ulama. Ibnu Katsir misalnya. Tapi sebagai awam, wilayah kita ya cukup itu. Mengutip interpretasi ulama dan menyampaikannya. Bukan menginterpretasikan sendiri. Kalau ternyata suatu hari kita menemukan bahwa tafsir Al Misbah bertentangan dengan Tafsir Ibnul Katsir, cukup sampaikan bahwa:
âSyaikh Ibnu Katsir berpendapat demikianâ
âUstadz Quraish Shihab berpendapat demikianâ
âUstadz xyz ngajarin saya buat ambil pendapat Ibnu Katsir karena begini, begitu, dll, dsbâ
Sudah cukup itu. Insya Allah kita sudah berusaha menyelamatkan tercampurnya pendapat ulama dengan pendapat awam dalam hal agama.
Saya tidak fanatik pada pendapat satu ulama saja. Hanya saja, di sini saya berpikir, ustadz Quraish Shihab sehari-harinya menghabiskan waktu untuk membaca dan menulis buku. Beliau berikhtiar agar Islam lebih dipahami oleh awam. Kalaupun pendapat beliau ternyata kita tolak, pantaskah kita menghujat beliau jika kita sendiri jarang menyentuh Al Qurâan?
Ilmu itu mahal harganya. Butuh bertahun-tahun belajar dengan tekun. Â Tapi, ilmu juga mudah sekali menguap. Entah karena awam yang tidak tahu posisi, entah karena ulama yang sudah berpulang. Jadi, kita sendiri harus berikhtiar mengumpulkan remah-remahnya sekuat tenaga.
âAgama banyak bertentangan dengan ilmu umum. Makanya kita nggak akan bisa menyatukannyaâ
Bagi saya, agama tidak bertentangan dengan ilmu umum. Hanya saja, kemampuan kita belum sampai untuk mempertemukan keduanya dan kita harus bersabar atas itu. Mempelajari ilmu yang dianggap sebagai ilmu umum (termasuk di antaranya ilmu tentang alam dan tentang manusia) adalah ikhtiar untuk memahami sunnatullah-Nya. Melengkapi puzzle-puzzle yang tidak kita tahu. Oleh karena itu, kita perlu belajar untuk menyimpan semua pendapat yang bertentangan dengan tenang. Tidak buru-buru menolak atau menerima. Disimpan saja jika memang belum bisa menentukan sikap. Disimpan sambil terus belajar dan berharap kelak Allah ngasih hidayah.
Saya mulai belajar melakukan ini ketika saya depresi karena wafatnya Ibu. Saya sudah ridho dengan wafatnya Ibu tapi kenapa saya masih depresi? Banyak ulama yang masih berpendapat bahwa depresi adalah akibat dari kurang iman. Di awal, saya kesal sekali. Tapi pelan-pelan saya memahami bahwa beban ulama berat sekali. Kita mempertanyakan semua masalah kehidupan ke satu orang. Sementara dalam perkara umum, kita tidak berani menanyakan Obat Kanker ke Sarjana Elektro. Artinya, kita sendiri sebenarnya sudah faham bahwa sebuah perkara harus diserahkan pada ahlinya. Namun kita masih belum memahami bahwa ilmu agama itu luas. Tidak ada ulama yang all in one memahami semua hal. Maka dari itu, untuk urusan pengobatan depresi, saya tetap berusaha ke SpKJ sekalipun ada temen yang bilang:
âIkhtiar kamu jangan ke dunia thok. Tazkiyatun nafs juga. Sholat juga dibenerinâ
Di awal-awal, saya mangkel banget dibilangi kayak gitu. Belakangan, saya bisa dengan tenang bilang:
âInsya Allahâ
Seorang dokter jiwa itu mempelajari bagaimana cara kerja jiwa. Sama dengan Imam Ghazali dan ulama-ulama lain yang banyak mempelajari Tazkiyatun Nafs. Saat saya membaca terjemahan Kimiyaus Saâadah, saya berusaha mengikuti konsep jiwa menurut Imam Ghazali. Tentu konsep jiwa menurut Imam Ghazali agak berbeda dengan konsep jiwa menurut Kedokteran Jiwa. Apakah dalam hal ini, kita langsung bisa bilang bahwa Imam Ghazali salah atau Ilmu Kejiwaan sudah westernize dan bertentangan dengan Islam? Tidak seperti itu. Sifat Ilmu itu terus berkembang. Cabang-cabangnya terus bertambah. Mungkin saja kedokteran jiwa melengkapi tazkiyatun nafs-nya Imam Ghazali atau sebaliknya. Untuk menghubungkan ini, butuh ikhtiar para alim di bidangnya juga.
Seringnya, ketika kita belajar Al Qurâan, kita benar-benar meninggalkan perspektif kita yang berkaitan dengan disiplin ilmu yang kita punya. Begitupun sebaliknya. Ketika kita meneliti disiplin ilmu kita, perspektif sebagai muslim yang memahami qurâan, kita tinggalkan begitu saja.
Makanya saya bahagia ketika Syaikh Yasir Qadhi bilang bahwa mental ilness itu nyata dan profesional di bidang kesehatan bisa membantu. Beliau bilang begitu tanpa meninggalkan bahasan tentang Tazkiyatun Nafs. Dalam menghadapi mental ilness, sholat kadang membantu. Tapi kadang juga enggak. Sejak beliau bilang demikian, hati saya sedikit tenang.
Kenapa?
Karena depresi saya tidak berkurang ketika sholat atau membaca Al Qurâan. Ceramah syaikh Yashir Qadhi menguatkan saya. Mungkin obatnya memang tidak ada dalam ibadah mahdhah. Tapi bagaimanapun, ibadah wajib harus tetap dijalankan. Dan dalam sholat, saya berdoa agar selalu diberi kekuatan menghadapi ujian.
Ini yang menjadi titik balik saya untuk tidak banyak bicara tentang hal yang di luar keahlian saya agar suara saya tidak menutupi suara ahli yang asli.
Dulu pas awal-awal Covid-19, ada banyak orang yang bilang bahwa seorang muslim tidak akan terkena Covid karena sering berwudhu. Jika wudhu memang menenangkanmu, berwudhulah. Tapi jangan lupa bahwa yang memiliki kompetensi untuk berpendapat tentang virus Corona adalah orang yang belajar tentang virus. Bukan berarti kita menolak kekuasaan Allah. Virus itu makhluk Allah yang bekerja dengan mengikuti aturan-aturan-Nya. Aturan ini ada yang dipahami manusia dan ada yang tidak. Nah orang-orang yang sehari-harinya bekerja dengan virus ini lebih kompeten mempelajari bagaimana virus bekerja. Mempercayai mereka tidak equal dengan menolak kuasa Allah.
Jadi, jangan sampai kita berpikir pendek bahwa Islam hanyalah sebatas mukjizat. Islam mengajarkan kita bahwa semua makhluk mengikuti aturan-Nya. Hal tersebut tentunya sepaket dengan perintah bagi kita untuk belajar Al Quran serta mengamati bagaimana alam semesta bekerja biar kita bisa menjadi khalifah (caretaker) yang baik di muka bumi ini. Khalifah yang baik yang tidak mendzolimi sesama makhluk.
*
Betapa jarangnya kita bicara tentang alam sebagai orang yang beragama sampai tiba-tiba saja penyakit Zoonosis yang harusnya di hutan rimba jadi masuk habitat manusia Kita tidak sadar bahwa Covid-19 mungkin saja termasuk respon dari dzalimnya manusia terhadap ekosistem rimba. So, again, teruslah belajar. Perbaiki adab kita. Pahami posisi sebagai awam. Dengarkan pendapat ulama yang kompeten di bidangnya. Jangan mengambil panggung untuk hal-hal yang tidak kita kuasai.
*
Semoga Allah memberi hidayah kepada kita semua.
Note: Tulisan ini juga diarsipkan di hellopersimmonpie.com
responku sekarang ketika berada di suasana gak dianggap : senyumin aja.
senyumnya senyum getirr sih, hehehe. tapi lumayan rate kecewanya dan mindernya udah gak separah dulu.
yang jahat bukan mereka, mereka semua orang baik.
ya emang akunya aja yang gak cocok sama mereka.
saya disiniii, di lantai 5 yogya kepatihan, sendiri dan sudah biasaaaa đđ
i am really dating my self đ€Ł
Baiklah, aku memutuskan untuk mengikuti challenge ini agar aku lebih mindful dalam menjalankan ibadah ramadan kali ini. Kupikir dengan menulis seperti ini aku bisa mengidentifikasi dan menggali lebih dalam lagi, sebenarnya perspektifku tentang ramadan itu bagaimana? apa yang kurasakan? dan apa yang aku mau dari ibadah ramadan kali ini?
jujur, semakin tahun berganti, semakin semarak ramadan itu kian meredup untukku.
Aku masih ingat, saat aku SD, tiga bulan sebelum ramadan datang saja hawa-hawa kegembiraan ramadan sudah mulai terasa, ketidaksabaran mencicipi ramadan sudah meletup-letup, orang-orang di sekitarku sudah mulai mempersiapkan diri.
Mungkin waktu itu, aku tidak sabar menunggu momen-momen ramadan yang selalu berkesan di masa kecilku. Libur sekolah yang panjang, masakan-masakan istimewa dan terniat yang selalu dibuatkan oleh mama, jalan pagi setelah shalat shubuh berjamaah di masjid, berpesta kembang api dan petasan ba'da magrib, berebut tanda tangan penceramah, dan shalat tarawih di bawah bintang yang kerlap kerlip.
Aku dan perspektif masa kecilku tentang keistimewaan ramadan jauh dengan esensi ramadan yang sebenarnya, yang tak pernah aku pelajari dan dapatkan sebelumnya.
Mungkin itu sebabnya, semakin dewasa semakin semarak ramadan itu kian meredup, karena kebiasaan-kebiasaan ramadan yang dulu aku saksikan saat aku kecil itu sudah tak ada lagi. Anak-anak jaman sekarang merayakan ramadan dengan cara yang berbeda, tunggu... apa mereka merayakannya?
Kemudian aku bimbang sendiri dengan perasaan yang aku rasakan tentang ramadan. Mengapa ia kini tak istimewa di hatiku? mengapa semangat menggebu-gebu untuk menyambutnya tidak hadir? oh tidak, tentu saja ini kesalahan yang sangat fatal.
Hari ini, saat aku menulis tulisan ini, aku menyadari satu hal. Ramadan yang kian redup di hatiku disebabkan karena aku tidak mengenal ramadan itu sendiri. Ramadan yang kian redup karena mendapati diriku sendiri berteman sepi di perantauan, tanpa keluarga dan momen-momen istimewa saat aku bersama keluarga.
Kau tahu kendala-kendala apa saja yang aku hadapi pada ramadan beberapa tahun ke belakang ini?
Bukan. bukan lapar yang menggoda imanku untuk membatalkan puasa di tengah jalan. Menurutku aku sangat pandai dalam menahan lapar, apalagi menahannya di bulan ramadan.
Hanya saja, hatiku merasakan kekeringan di lembah yang harusnya membuat hati kian tersuburkan oleh suasana iman dan ketaatan ramadan. Kenapa? hatiku meringis.
Ya aku tak mengenal ramadan seutuhnya. Yang kutahu ramadan hanyalah rutinitas tahunan. Sebatas menahan lapar dari waktu imsak sampai waktu berbuka. Hanya saja ibadahku di bulan ramadan yang harusnya optimal malah terlalaikan. Sudah berapa kali ramadan kulalui namun aku belum pernah khatam Alquran padahal aku tahu betul ramadan adalah bulannya Alquran. shalat tarawih belum pernah berhasil aku kerjakan hingga garis finish. Bahkan malam laylatul qodr yang banyak orang ingin meraihnya tidak menjadi motivasi untukku untuk mencarinya juga. iya selalai itu aku.
Aku belum memaknai ramadan dengan seutuhnya, karena itu aku membiarkan diriku tenggelam dengan kelalaianku.
Ramadan, bulan yang agung. Aku sering dengar ini. Tapi tak pernah mencari apa yang membuat ramadan itu diagung-agungkan?
Malam ini aku tidak sengaja mencari tahu. Ketidaksengajaan yang indah sungguh. Karena akhirnya aku merasakan kesyukuran yang tidak terhingga. Ramadan datang, sebagai hadiah dari Allah untukku.
Agar aku bisa "membersihkan" diriku
Agar aku bisa "mendidik" jiwaku
Agar aku dapat menuai sesuatu yang nilainya berlipat ganda, agar aku mendapatkan keuntungan yang banyak dan besar.
kita diibaratkan pedagang, dan yang membeli dagangan kita adalah Allah
barang dagangan kita adalah amal shalih, dan bayarannya adalah syurga.
tidak ada satupun "perniagaan" yang paling menguntungkan selain "perniagaan" yang kita lakukan di bulan ramadan. Karena keuntungannya benar-benar Allah lipat gandakan.
Aku baru tahu, amalan di bulan ramadan yang kita kerjakan jika diterima oleh Allah maka amalan tersebut akan membuat mizan (penimbang amal) hampir jebol saking beratnya nilainya. Padahal mizan itu begitu megah, sebanding dunia dan isinya.
Aku baru bisa merasakan kehangatan dan keindahan ramadan ketika aku tahu betapa berharganya ia. Sesuatu yang harganya mahal pasti akan kita jaga, kita rawat, kita apik-apik, kita tidak mau satu noda kecil atau kerusakan kecil terjadi pada sesuatu tersebut.
dengan mengetahui dan menyadari betapa berharganya ramadan yang hanya berlangsung selama 30 hari dalam setahun, semoga aku lebih bisa meghargai setiap detak yang ada di bulan ini untuk kugunakan hanya dengan sangat optimal. karena tidak semua manusia diberikan kesempatan yang lebih banyak untuk mencicipi bulan ramadan.
intinya...
Apa kendalaku di bulan ramadan? belum kuat istiqomah tilawah dan mengkhatamkannya, belum bisa menyelesaikan tarawih hingga akhir, dan tidak berusaha menggapai malam laylatul qadr
bagaimana aku mengatasi kendala tersebut? dengan mengenal dan memaknai esensi ramadan.
#RWCday1
Akhir akhir ini aku ngerasa kalau partner aku lagi ngerasa tersaingi sama aku :(( sedih rasanya kalau beliau salah paham begitu. Tapi semoga ini hanya sebatas suudzon ku saja.
Kayaknya udah selalu berusaha untuk jadi partner yang baik dan supportif bagi beliau... tapi...
Ah sudahlah.
Takut banget menyalahkan diri sendiri, karena aku gak mau kayak gitu lagi. Aku udah berjanji sama diri sendiri, di umur 25 tahun ini, harus bisa menyayangi diri sendiri dan gak ikut-ikutan membenci diri sendiri :"
Tapi timbul pertanyaan, apa aku memang orang yang pantas dibenci? Mengapa pandangan-pandangan tidak suka itu ditujukan kepadaku terus menerus?
Apa salahku :(((((
Tapi sampai sekarang aku berusaha kuat karena aku sadar membahagiakan manusia bukanlah tugasku. Jika mereka benci, memandang aku rendah, mengasihaniku...
Biarkan saja.
Karena sebaik baik tempat bersandar hanyalah Allah. đ